Bioteknologi hijau (green
biotechnology) mempelajari aplikasi bioteknologi di bidang pertanian
dan peternakan. Di bidang
pertanian, bioteknoogi telah berperan dalam menghasilkan tanaman tahan hama,
bahan pangan dengan kandungan gizi lebih tinggi dan tanaman yang menghasilkan
obat atau senyawa yang bermanfaat. Sementara itu, di bidang peternakan,
binatang-binatang telah digunakan sebagai bioreaktor untuk menghasilkan produk
penting contohnya kambing, sapi, domba, dan ayam telah digunakan sebagai
penghasil antibodi-protein protektif yang membantu sel tubuh mengenali dan
melawan senyawa asing (antigen). Produk-produk
bioteknologi pertanian di Indonesia berdasarkan gradien bioteknologi antara
lain : (1) bahan tanam unggul, (2) biofertilizer, (3) biodecomposer, dan (4)
biocontrol.
Bahan tanam dapat ditingkatkan kualitasnya melalui pendekatan
bioteknologi. Peningkatan kualitas bahan tanam berdasarkan pada empat kategori
peningkatan, yaitu peningkatan kualitas pangan, resistensi terhadap hama atau
penyakit, toleransi terhadap cekaman lingkungan, dan manajemen budidaya
(Huttner, 2003). Produk bahan tanam unggul yang saat ini telah berhasil
dipasarkan antara lain adalah bibit kultur jaringan, misalnya: bibit jati dan
bibit tanaman hortikultura. Namun, bahan tanam unggul yang dihasilkan dari
rekayasa genetika yang dilakukan oleh peneliti di Indonesia sampai saat ini
belum ada yang dikomersialkan. Produk-produk bahan tanam rekayasa genetika yang
ada di pasaran Indonesia umumnya merupakan produk dari negera lain, sebagai
contoh : Jagung Bt dan Kapas Bt yang dipasarkan oleh Monsanto. Kultur jaringan
merupakan tingkatan umum penguasaan bioteknologi di Indonesia. Bagaimanapun
juga, produksi bibit kelapa kopyor telah berhasil di komersialkan melalui
teknik transfer embrio (Paten ID 0 001 957).
Produk biofertilizer merupakan salah satu produk bioteknologi yang
banyak beredar di pasaran Indonesia. Produk-produk tersebut sebagian
dikembangkan oleh peneliti di Indonesia maupun di impor dari negara lain. Salah
satu produk biofertilizer bernama Emas (Enhancing Microbial Activity in the
Soils) telah dirakit oleh BPBPI (Paten ID 0 000 206 S), dilisensi oleh
PT Bio Industri Nusantara dan digunakan di berbagai perusahaan perkebunan (BUMN
dan BUMS) (Goenadi, 1998). Produk biofertilizer lain yang dikembangkan oleh
peneliti di Indonesia antara lain: Rhizoplus , Rhiphosant , Bio P Z 2000, dan lain-lain.
Produk sejenis biofertilizer/bioconditioner dari luar negeri misalnya: Organic Soil Treatment (OST).
Produk-produk biodecomposer juga banyak beredar di pasaran
Indonesia. Biodecomposer dipergunakan untuk mempercepat proses penguraian
limbah-limbah organik segar pertanian menjadi kompos yang siap diaplikasikan ke
dalam tanah. Contoh produk-produk biodecomposer antara lain: Orgadec (BPBPI), SuperDec (BPBPI), Degra Simba (ITB), Starbio, EM4, dan lain sebagainya.
Produk-produk baru terus bermunculan sejalan dengan kebutuhan untuk mengatasi
masalah limbah padat organik.
Mikroba juga telah dimanfaatkan untuk mengendalikan hama dan
penyakit tanaman. Aplikasi mikroba untuk biokontrol hama dan penyakit tanaman
meliputi mikroba liar yang telah diseleksi maupun mikroba yang telah mengalami
rekayasa genetika. Contoh mikroba yang telah banyak dimanfaatkan untuk biokontrol
adalah Beauveria bassiana untuk mengendalikan serangga, Metarhizium anisopliae untuk mengendalikan hama boktor
tebu (Dorysthenes sp) dan boktor sengon (Xyxtrocera
festiva), dan Trichoderma
harzianum untuk
mengendalikan penyakit tular tanah (Gonoderma sp, Jamur Akar Putih, dan Phytopthora sp). Produk-produk biokontrol yang telah dikomersialisasikan oleh
unit kerja lingkup Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) antara lain: Meteor, Greemi-G, Triko SP, NirAma , dan Marfu.
Keuntungan pemanfaatan biokontrol untuk pertanian antara lain adalah ramah
lingkungan, dan mengurangi konsumsi pestisida yang tidak ramah lingkungan.
Mikroba juga dimanfaatkan dalam proses pembuatan pupuk anorganik.
Peneliti di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI)
mengembangkan teknologi pembuatan pupuk superfosfat yang disebut dengan Bio-SP dengan menggunakan bantuan
mikroba pelarut fosfat. Kualitas dari Bio-SP menyamai kualitas pupuk superfosfat
konvensional (SP 36). Keunggulan dari teknologi ini adalah penggunaan agensia
hayati untuk mengurangi konsumsi asam anorganik dan lebih aman lingkungan serta
mampu mengurangi biaya produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Sofyan. 2010. Bioteknologi (online). http://sofyanarifin.wordpress.com/bioteknologi/.
Diakses 1 Desember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar